Label

Senin, 20 Agustus 2012

Semiotika Dekonstruktif: 666 dan Lady Gaga


oleh: Bram Setiawan (mahasiswa Antropologi Udayana, tingkat akhir)


I want your horror
I want your design
‘Cause you're a criminal
As long as your mine
I want your love
Love, love, love
I want your love

(Bad Romance, Lady Gaga; 28 Oktober 2009)

Belum lama ini Indonesia sempat dihebohkan dengan akan datang dan digelarnya konser dari seorang penyanyi terkenal bernama Lady Gaga. Walaupun pada akhirnya kedatangannya dibatalkan, karena begitu banyak menuai kontroversi, terutama dari berbagai kalangan ormas berjubah agama. Siapakah sebenarnya Lady Gaga? dan mengapa kedatangannya menuai kontroversi? Penyanyi yang bernama Stefani Joanne Angelina Germanotta ini, lahir di New York, Amerika Serikat, 28 Maret 1986, ia lebih dikenal dengan nama panggungnya Lady Gaga, yang merupakan seorang penyanyi pop Amerika Serikat. Di beberapa negara tidak hanya Indonesia, contohnya seperti Filipina, Korea Selatan juga sempat menolak kedatangan Lady Gaga untuk menggelar konser.
Di Indonesia sendiri kedatangan Lady Gaga mengundang berbagai macam pendapat yang kontroversial, bahkan salah satunya dari paranormal Indonesia Ki Kusumo. Menurut pandangan spritiual Ki Kusumo, aksi panggung penyanyi lagu "Bad Romance" ini seperti ritual pemujaan setan. Berikut penuturannya yang saya kutip dari media internet.

"Entah apa itu nama setannya, namun dari video yang pernah saya lihat, memang gerakan-gerakan dan tarian dia (Lady Gaga) saat di atas panggung bentuknya seperti sebuah prosesi ritual pemujaan setan," paparnya ketika diwawancarai di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa (15/5/2012) malam. Secara pribadi, Ki Kusumo setuju pula jika konser tersebut dibatalkan. Ia melihat para penggemar Gaga lebih banyak remaja tanggung yang masih mudah terpengaruh."Orang kita kan mudah latah (ikut-ikutan). Apalagi, para remaja, secara mental masih labil, akan mudah terpengaruh," ucapnya lagi (Sumber dikutip dari; kompas.com 16 Mei 2012). 


Dalam wacana perkembangan kajian-kajian sosial budaya yang kritis dewasa ini, melalui perspektif keilmuan saya sebagai seorang mahasiswa Antropologi, saya mencoba untuk mengaplikasikan keilmuan saya dalam memandang fenomena ini dengan pendekatan semiotika. Fenomena tentang Lady Gaga yang banyak dihujat oleh berbagai kalangan ini, baik itu menyangkut atribut penampilan, aksi panggung, atau lirik lagunya, secara pribadi saya sebut sebagai sebuah permainan “tanda” (pertandaan). Menurut Ferdinand de Saussure, sebuah tanda terdiri dari sebuah penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda mengacu dalam petanda, yang selanjutnya mengacu pada referensi atau realitas. Dalam pandangan Saussure, makna adalah apa-apa yang ditandakan (petanda). Berkaitan dengan rumus pertandaan Saussure tersebut dapat dijelaskan, bahwa tanda sebagai kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari dua bidang (Piliang, 2003: 158),.
Pada fenomena ini saya melihat bahwa Lady Gaga dengan berbagai atribut, aksi panggung, dan lirik lagunya sebagai bidang penanda (signifier), yaitu untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi, sedangkan bidang petanda (signified) adalah sesuatu yang menjelaskan konsep atau makna dari bagian-bagian tersebut. Namun, sebelum membahas lebih jauh, saya akan menguraikan beberapa point penting dalam analisis saya. Analisis yang saya gunakan berangkat dari uraian sebelumnya tentang semiotika yang disinergikan dengan teori dekonstruksi, kerangka teori ini saya gunakan sebagai kacamata pengamat, untuk memahami fenomena Lady Gaga.
            Pada semiotika dekonstruktif saya mengambil beberapa butir-butir kritis yang diajukan oleh para pemikir poststrukturalis seperti Derrida dan Kristeva, yaitu (1) petanda (makna) tidak harus diterima sebagai konvensi, ia harus dibongkar dan didekonstruksi, (2) hubungan baku antara penanda dan petanda tidak bersifat simetris atau baku, akan tetapi terbuka bagi permainan bebas, sebuah permainan yang akan membawa pada pembaharuan. Beberapa hal ini dalam pandangan saya sebagai sebuah upaya menyingkap keterbatasan struktur.
            Bilangan 666 sudah tidak asing lagi dikenal memiliki kedekatan dengan hal-hal yang bersifat klenik sebagai sarana kekuatan yang digunakan pengikut aliran sesat untuk memohon bantuan kekuatan jahat dalam dunia gaib dan pemujaan setan. Berikut beberapa pengertian tentang 666 yang saya kutip dari (detik.com).
            666 dalam angka romawi = DCLXVI ( D = 500, C = 100, L = 50, X = 10, V = 5, I =1). Angka 666 dalam bahasa latin diartikan DIC LVX = “dicit lux” – suara cahaya. Dalam bahasa latin Lucifer (Lux Ferre) adalah si pembawa cahaya atau “setan”. Artinya angka 666 itu identik dengan angka setan. Semua yang buruk dan jahat konon mempunyai kaitannya dengan angka 666 seperti roulet, apabila semua angka di meja roulet dijumlahkan akan menjadi 666. Berzinah itu dosa berat, maka dari itu angka 666 dalam bahasa Yunani mempresentasikan XES (sex terbalik) atau Χ Ξ Σ (Chi Xi Sigma), sebab dalam bahasa Yunani maupun Ibrani abjad mereka itu juga identik dengan angka. Begitu juga dengan nama dari Kaiser Nero dalam bahasa Ibrani ini bisa ditulis dengan angka 666 (Neron Kesar). Racun yang mematikan adalah racun 666 = racun Hexachloride yang diambil dari formula kimia C6H6Cl6. Hal inilah yang menyebabkan angka 666 selalu diidentikkan dengan Satanisme atau hal-hal yang berbau pemujaan setan. Dalam setiap penampilannya, Lady Gaga selalu melibatkan hal-hal yang mengisyaratkan bilangan 666, salah satu contohnya bisa dilihat pada gambar berikut:
            Bila kita perhatikan secara detail, Lady Gaga menggunakan jari-jarinya membentuk sebuah angka 6, disamping itu juga memunculkan bentuk “mata satu”, yaitu sesuatu hal yang merujuk pada “illuminati” hal yang ia lakukan ini selalu muncul dalam setiap aksinya, baik dalam beberapa video klip atau aksi panggungnya. Disinilah semiotika dekonstruktif berperan sebagai kacamata pengamat untuk menganalisis bilangan 666 sebagai sebuah permainan “tanda” yang banyak memunculkan makna. Bila diperhatikan 666 disini masuk sebagai bidang penanda, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan bentuk atau ekspresi, dan pada bidang kedua adalah petanda sebagai sesuatu yang menjelaskan konsep atau makna.
   Penanda: bilangan 666
Tanda = _______________
               Petanda: pemuja setan
 
           
            Melalui berbagai penjelasan tersebut fenomena Lady Gaga memunculkan banyak makna dari berbagai perspektif masyarakat tentang atribut, dan aksi penampilannya. Pada kesimpulannya Lady Gaga yang dalam setiap penampilannya diidentikkan sebagai seorang pemuja setan atau bukan, terletak pada sudut pandang intelektual dari masyarakat dalam menginterpretasi fenomena ini. Karena sebelum kedatangan Lady Gaga ke Indoneisa, ada satu musisi era 70-an yang penampilannya terkesan horror dan identik sebagai pemuja setan yang di akhir tahun 2011 sempat menggelar konser di Indonesia tepatnya di Jakarta, yaitu Alice Cooper yang dalam aksi panggungnya sering berlumuran darah, tentunya darah imitasi.
            Sesungguhnya fenomena ini merupakan tantangan terhadap intelektual kita sebagai masyarakat dalam menyikapi setiap kejadian yang ada di sekitar kita. Apakah penampilan Lady Gaga hanya merangkum dari berbagai musisi-musisi terkenal sebelumnya, seperti Alice Cooper, David Bowie, Madonna, Michael Jakson, Ozzy Osbourne, dan lain-lain untuk menjadikan ciri khas ia sendiri sebagai seorang penyanyi? Ataukah ini hanya sebuah siasat marketing untuk mendongkrak popularitas secara cepat dengan menampilkan berbagai hal-hal yang kontroversial?, mengingat dewasa ini persaingan dalam industri musik begitu ketat, apalagi kemunculan Lady Gaga yang bersamaan dengan hadirnya beberapa penyanyi muda terkenal, seperti Katty Perry dan Jessie J. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat sebagai bahan bacaan bagi para pembacanya, khususnya para kalangan akademis.

1 komentar:

  1. yang ditakutkan itu perilaku lady gaga akan dapat mempengaruhi perilaku dari anak muda sampai orang tua, makanya sewaktu terjadi penolakan banyak kalangan mengusung tidak sesuai budaya ketimuran walaupun banyak juga Front Pembela Islam yang menolak, tapi liatlah diluar itu ternyata anak muda Bali juga banyak yang sudah terpengaruh oleh barat, sex bebas, drugs hingga malas ke banjar jadi jangan semata dipandang karena isu marketing atau semiotika saja ada budaya juga yang dibawa klo tidak mawas akan destruktif juga nantinya.

    BalasHapus