oleh: Bram Setiawan (mahasiswa Antropologi Udayana, tingkat akhir)
I want your horror
I want your design
‘Cause you're a criminal
As long as your mine
I want your love
Love, love, love
I want your love
(Bad Romance, Lady Gaga; 28 Oktober 2009)
Di Indonesia sendiri
kedatangan Lady Gaga mengundang berbagai macam pendapat yang kontroversial,
bahkan salah satunya dari paranormal Indonesia Ki Kusumo. Menurut pandangan
spritiual Ki Kusumo, aksi panggung penyanyi lagu "Bad Romance" ini
seperti ritual pemujaan setan. Berikut penuturannya yang saya kutip dari media
internet.
"Entah apa itu nama setannya, namun
dari video yang pernah saya lihat, memang gerakan-gerakan dan tarian dia (Lady
Gaga) saat di atas panggung bentuknya seperti sebuah prosesi ritual pemujaan
setan," paparnya ketika diwawancarai di kawasan Senayan, Jakarta, Selasa
(15/5/2012) malam. Secara pribadi, Ki Kusumo setuju pula jika konser tersebut
dibatalkan. Ia melihat para penggemar Gaga lebih banyak remaja tanggung yang
masih mudah terpengaruh."Orang kita kan mudah latah (ikut-ikutan).
Apalagi, para remaja, secara mental masih labil, akan mudah terpengaruh,"
ucapnya lagi (Sumber dikutip dari; kompas.com 16 Mei 2012).
Dalam wacana
perkembangan kajian-kajian sosial budaya yang kritis dewasa ini, melalui perspektif
keilmuan saya sebagai seorang mahasiswa Antropologi, saya mencoba untuk
mengaplikasikan keilmuan saya dalam memandang fenomena ini dengan pendekatan
semiotika. Fenomena tentang Lady Gaga yang banyak dihujat oleh berbagai
kalangan ini, baik itu menyangkut atribut penampilan, aksi panggung, atau lirik
lagunya, secara pribadi saya sebut sebagai sebuah permainan “tanda”
(pertandaan). Menurut Ferdinand de Saussure, sebuah tanda terdiri dari sebuah
penanda (signifier) dan petanda (signified). Penanda mengacu dalam
petanda, yang selanjutnya mengacu pada referensi atau realitas. Dalam pandangan
Saussure, makna adalah apa-apa yang ditandakan (petanda). Berkaitan dengan
rumus pertandaan Saussure tersebut dapat dijelaskan, bahwa tanda sebagai
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dari dua bidang (Piliang, 2003: 158),.
Pada fenomena
ini saya melihat bahwa Lady Gaga dengan berbagai atribut, aksi panggung, dan
lirik lagunya sebagai bidang penanda (signifier),
yaitu untuk menjelaskan bentuk atau ekspresi, sedangkan bidang petanda (signified) adalah sesuatu yang menjelaskan
konsep atau makna dari bagian-bagian tersebut. Namun, sebelum membahas lebih
jauh, saya akan menguraikan beberapa point penting dalam analisis saya.
Analisis yang saya gunakan berangkat dari uraian sebelumnya tentang semiotika
yang disinergikan dengan teori dekonstruksi, kerangka teori ini saya gunakan
sebagai kacamata pengamat, untuk memahami fenomena Lady Gaga.
Pada semiotika dekonstruktif saya
mengambil beberapa butir-butir kritis yang diajukan oleh para pemikir
poststrukturalis seperti Derrida dan Kristeva, yaitu (1) petanda (makna) tidak
harus diterima sebagai konvensi, ia harus dibongkar dan didekonstruksi, (2) hubungan
baku antara penanda dan petanda tidak bersifat simetris atau baku, akan tetapi
terbuka bagi permainan bebas, sebuah permainan yang akan membawa pada
pembaharuan. Beberapa hal ini dalam pandangan saya sebagai sebuah upaya
menyingkap keterbatasan struktur.
Bilangan 666 sudah tidak asing lagi
dikenal memiliki kedekatan dengan hal-hal yang bersifat klenik sebagai sarana kekuatan yang digunakan pengikut aliran sesat
untuk memohon bantuan kekuatan jahat dalam dunia gaib dan pemujaan setan.
Berikut beberapa pengertian tentang 666 yang saya kutip dari (detik.com).
Bila kita perhatikan secara detail,
Lady Gaga menggunakan jari-jarinya membentuk sebuah angka 6, disamping itu juga
memunculkan bentuk “mata satu”, yaitu sesuatu hal yang merujuk pada “illuminati” hal yang ia lakukan ini
selalu muncul dalam setiap aksinya, baik dalam beberapa video klip atau aksi
panggungnya. Disinilah semiotika dekonstruktif berperan sebagai kacamata
pengamat untuk menganalisis bilangan 666 sebagai sebuah permainan “tanda” yang
banyak memunculkan makna. Bila diperhatikan 666 disini masuk sebagai bidang
penanda, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan bentuk atau ekspresi, dan pada
bidang kedua adalah petanda sebagai sesuatu yang menjelaskan konsep atau makna.
Penanda: bilangan 666
Tanda = _______________
Petanda: pemuja setan
Melalui
berbagai penjelasan tersebut fenomena Lady Gaga memunculkan banyak makna dari
berbagai perspektif masyarakat tentang atribut, dan aksi penampilannya. Pada
kesimpulannya Lady Gaga yang dalam setiap penampilannya diidentikkan sebagai seorang
pemuja setan atau bukan, terletak pada sudut pandang intelektual dari masyarakat
dalam menginterpretasi fenomena ini. Karena sebelum kedatangan Lady Gaga ke
Indoneisa, ada satu musisi era 70-an yang penampilannya terkesan horror dan
identik sebagai pemuja setan yang di akhir tahun 2011 sempat menggelar konser
di Indonesia tepatnya di Jakarta, yaitu Alice Cooper yang dalam aksi
panggungnya sering berlumuran darah, tentunya darah imitasi.
Sesungguhnya
fenomena ini merupakan tantangan terhadap intelektual kita sebagai masyarakat
dalam menyikapi setiap kejadian yang ada di sekitar kita. Apakah penampilan
Lady Gaga hanya merangkum dari berbagai musisi-musisi terkenal sebelumnya,
seperti Alice Cooper, David Bowie, Madonna,
Michael Jakson, Ozzy Osbourne, dan lain-lain untuk menjadikan ciri khas ia sendiri
sebagai seorang penyanyi? Ataukah ini hanya sebuah siasat marketing untuk
mendongkrak popularitas secara cepat dengan menampilkan berbagai hal-hal yang kontroversial?,
mengingat dewasa ini persaingan dalam industri musik begitu ketat, apalagi
kemunculan Lady Gaga yang bersamaan dengan hadirnya beberapa penyanyi muda
terkenal, seperti Katty Perry dan Jessie J. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat sebagai
bahan bacaan bagi para pembacanya, khususnya para kalangan akademis.
yang ditakutkan itu perilaku lady gaga akan dapat mempengaruhi perilaku dari anak muda sampai orang tua, makanya sewaktu terjadi penolakan banyak kalangan mengusung tidak sesuai budaya ketimuran walaupun banyak juga Front Pembela Islam yang menolak, tapi liatlah diluar itu ternyata anak muda Bali juga banyak yang sudah terpengaruh oleh barat, sex bebas, drugs hingga malas ke banjar jadi jangan semata dipandang karena isu marketing atau semiotika saja ada budaya juga yang dibawa klo tidak mawas akan destruktif juga nantinya.
BalasHapus